Jumat, 12 Agustus 2011

TENGGELAM


Waktu aku berumur 8 tahun, dan hari itu tepat hari libur sekolah aku diajak oleh Bapakku untuk pergi ke rumah saudaraku yang berada di desa Sumingkir kecamatan Kedung Banteng kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
“Ayo! Mau ikut atau tidak?” tanya Ayahku.
“Iya, aku mau ikut” jawabku.
Di perjalanan yang sangat lama, aku sampai mengantuk dan hampir tidur. Sesampainya di rumah saudaraku, aku langsung diajak oleh saudaraku pergi ke sungai yang dekat dengan rumah saudaraku.
“Ayo, kita main di sungai”, ajak saudaraku yang bernama Imam.
“Iya, nanti tunggu dulu”, Jawabku.
Lalu aku meminta izin kepada ayahku untuk pergi ke sungai, dan tiba-tiba saudaraku yang bernama Adi datang.
“Hey, mau ke sungai yah... aku ikut ya..., tapi tunggu sebentar, aku mau meminta izin dulu.” Kata Adi tergesa-gesa.
Lalu Adi pergi ke ayahnya untuk minta izin ke sungai. Setelah Adi meminta izin, kami bertiga pergi ke sungai bersama-sama dengan jalan kaki. Kami bertiga mengambi jalan pintas melewati pekarangan dan sawah-sawah yang saat itu banyak ditanami tebu. Di perjalanan kami selalu berbincang-bincang tentang sekolah kami.
Sesampainya di sungai tujuan kami, aku bingung dan bertanya kepada saudaraku yang bernama Imam.
“Kita ke sungai mau ngapain?”
“Kita kesini tuh.. mau mandi” jawabnya.
Tanpa ragu-ragu kami bertiga langsung menceburkan diri kesungai yang saat itu arus di situ tidak terlalu deras.
“Aku tidak bisa berenang!” kataku ketakutan.
“Tenang, nanti aku ajarkan cara berenang.” Kata Imam.
Waktu aku sedang belajar berenang, arus sungai menjadi deras dan aku yang saat itu berada di tengah sungai pun terbawa oleh arus sungai disitu.
“Tolong!” teriakku.
Lalu kedua saudaraku langsung panik dan menolongku dengan berenang mengikuti arus, lalu kakiku di pegang oleh mereka agar tidak terbawa arus, dan aku langsung di berdirikan oleh mereka berdua dan aku di bawa ke tepi sungai itu.
“Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Adi.
“Aku tidak apa-apa tapi tadi aku menelan banyak air sungai ini.” Jawabku dengan sedikit batuk.
Aku sangat bersyukur bisa selamat dari maut, karena di sungai itu telah banyak menelan korban yang tidak bersalah.
“Ayo kita pulang saja!” kata Adi.
Kemudian kami bertiga pulang ke rumah saudaraku yang bernama Imam dengan baju yang basah kuyup. Kami pulang lewat jalan yang sama agar tidak dilihat banyak orang. Untung kemarin aku pernah meninggalkan baju bersih di rumah nenekku, jadi aku bisa ganti pakaian di rumah nenekku yang rumahnya sangat dekat dengan rumah saudaraku itu. Waktu aku ganti pakaian aku sekalian mandi di rumahnenekku. Kemudian, setelah ganti baju, aku dengan ayahku berpamitan dengan saudaraku dan aku pulang dengan ayahku dengan menggunakan motor.
Di perjalanan pulang, aku sangat takut akan dimarahi oleh ayahku tentang kejadian tadi di sungai.
Sesampainya di rumahku, aku langsung menceritakan kejadian tadi di sungai kepada ayahku, aku merasa takut akan dimarahi, tapi ternyata ayahku malah tertawa.
“Kamunya sih yang ikut-ikutan mandi di sungai. Harusnya Imam sama Adi mandi di Sungai, kamu jangan ikut-ikutan karena kamu tidak bisa berenang, tapi kalau mereka sih sudah bisa berenang dan kamu juga tidak tahu kapan arus sungai menjadi deras dan kapan arus sungai tenang. Untung kamu selamat karena ini musim kemarau jadi arusnya tidak deras sekali.”kata ayah menasehatiku.
Aku hanya bisa terdiam dan merenung. Setelah kejadian yang menimpaku tadi, aku menjadi kapok untuk mandi di sungai lagi dan jika pergi ke sungai. Paling-paling hanya mancing ikan.

Karya : Yusuf Agung P.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar