Jumat, 30 September 2011

Jus Jeruk


            Ibu Nana adalah orang yang sangat baik, dia sudah menjanda karena suaminya telah meninggal. Setiap hari Jumat Ibu Nana selalu ke makam suaminya dengan seorang supir yang sudah lama bekerja dengannya, “Pak, ayo berangkat ke tempat biasa”, kata Ibu Nana, “Iya Bu,..” Jawab supirnya.
            Setelah pulang, Ibu Nana langsung makan bersama pembantunya yang sudah tua, karena di rumah hanya ada Ibu Nana, pembantunya, dan satpam yang berjaga di depan rumah.
            Ibu Nana orangnya sangat kaya, karena mempunyai perusahaan yang besar. Keesokan harinya ada seorang anak pengemis yang meminta-minta di depan rumahnya, “Pak…. tolong…. Saya belum makan dari tadi malam….” Seru pengemis itu. “Tidak ada makanan di sini, sana pergi jauh-jauh dari sini!” Jawab satpam yang berjaga. Tiba-tiba Ibu Nana dating, “Ada apa ini?” Tanya Ibu Nana “Tuh…..Nyonya….ada pengemis yang minta makan”. “Nama kamu siapa nak?” Tanya Ibu Nana. “Nama saya Feri, bu…” jawab seorang pengemis itu. “Feri…, tunggu di sini ya…” kata Ibu Nana. Lalu Ibu Nana masuk ke dalam rumah, dan mengambil segelas jus jeruk dan uang dalam amplop. “Ini…, kamu pasti haus, saya tidak punya makanan, karena sudah habis…. Jadi, kamu beli sendiri saja ya…” kata Ibu Nana. “Iya, terimakasih” jawab pengemis itu sambil mengambil amplop dan jus jeruk itu, lalu dia minum dan pergi.
            Lima tahun kemudian, perusahaan Ibu Nana bangkrut, dan semua pegawainya menuntut upahnya ke Ibu Nana. Ibu Nana langsung menjual semua harta bendanya untuk menutupi hutang-hutangnya. Setelah itu, Ibu Nana hidup dalam kesusahan dan dia selalu berdo’a kepada Tuhan. “Ya Allah… tolong cabut semua penderitaan ini…” do’a Ibu Nana sambil memeluk kuburan suaminya.
            Dua puluh tahun kemudian Ibu Nana sakit keras dan dia dibawa oleh warga sekitar ke rumah sakit. Di rumah sakit dia bingung kepada seorang dokter yang sangat baik kepadanya. Setelah dua puluh hari di opname Ibu Nana akhirnya bisa pulang kerumah, tapi dia bingung untuk membayar semua biayanya. Waktu dia mau membayar, Ibu Nana sangat terkejut karena ternyata sudah luas semua biaya rumah sakitnya. “Terima kasih ya Allah……” katanya. Kemudian Ibu Nana bertanya kepada pegawai rumah sakit itu “Mba, siapa yang telah melunasi semua biaya saya?” kemudian pegawai rumah sakit itu menjawab “Dokter Feri”. Ibu Nana bingung sekali. Tiba-tiba dari belakang seorang dokter datang sambil membawa segelas jus jeruk. “Saya yang telah melunasinya” kata dokter itu. “Kamu siapa?” Tanya Ibu Nana. “Nama saya Feri, bu…” jawab dokter itu.
            Ibu Nana langsung kaget ternyata dia adalah orang yang dua puluh lima tahun lalu Ibu Nana tolong, Ibu Nana ingat karena jus jeruk yang dokter Feri berikan itu. Lalu Ibu Nana diminta dokter Feri untuk tinggal bersamanya, lalu Ibu Nana mau tinggal bersama dokter Feri selamanya.
Karya : Yusuf Agung Pratama

Jumat, 12 Agustus 2011

TENGGELAM


Waktu aku berumur 8 tahun, dan hari itu tepat hari libur sekolah aku diajak oleh Bapakku untuk pergi ke rumah saudaraku yang berada di desa Sumingkir kecamatan Kedung Banteng kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
“Ayo! Mau ikut atau tidak?” tanya Ayahku.
“Iya, aku mau ikut” jawabku.
Di perjalanan yang sangat lama, aku sampai mengantuk dan hampir tidur. Sesampainya di rumah saudaraku, aku langsung diajak oleh saudaraku pergi ke sungai yang dekat dengan rumah saudaraku.
“Ayo, kita main di sungai”, ajak saudaraku yang bernama Imam.
“Iya, nanti tunggu dulu”, Jawabku.
Lalu aku meminta izin kepada ayahku untuk pergi ke sungai, dan tiba-tiba saudaraku yang bernama Adi datang.
“Hey, mau ke sungai yah... aku ikut ya..., tapi tunggu sebentar, aku mau meminta izin dulu.” Kata Adi tergesa-gesa.
Lalu Adi pergi ke ayahnya untuk minta izin ke sungai. Setelah Adi meminta izin, kami bertiga pergi ke sungai bersama-sama dengan jalan kaki. Kami bertiga mengambi jalan pintas melewati pekarangan dan sawah-sawah yang saat itu banyak ditanami tebu. Di perjalanan kami selalu berbincang-bincang tentang sekolah kami.
Sesampainya di sungai tujuan kami, aku bingung dan bertanya kepada saudaraku yang bernama Imam.
“Kita ke sungai mau ngapain?”
“Kita kesini tuh.. mau mandi” jawabnya.
Tanpa ragu-ragu kami bertiga langsung menceburkan diri kesungai yang saat itu arus di situ tidak terlalu deras.
“Aku tidak bisa berenang!” kataku ketakutan.
“Tenang, nanti aku ajarkan cara berenang.” Kata Imam.
Waktu aku sedang belajar berenang, arus sungai menjadi deras dan aku yang saat itu berada di tengah sungai pun terbawa oleh arus sungai disitu.
“Tolong!” teriakku.
Lalu kedua saudaraku langsung panik dan menolongku dengan berenang mengikuti arus, lalu kakiku di pegang oleh mereka agar tidak terbawa arus, dan aku langsung di berdirikan oleh mereka berdua dan aku di bawa ke tepi sungai itu.
“Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Adi.
“Aku tidak apa-apa tapi tadi aku menelan banyak air sungai ini.” Jawabku dengan sedikit batuk.
Aku sangat bersyukur bisa selamat dari maut, karena di sungai itu telah banyak menelan korban yang tidak bersalah.
“Ayo kita pulang saja!” kata Adi.
Kemudian kami bertiga pulang ke rumah saudaraku yang bernama Imam dengan baju yang basah kuyup. Kami pulang lewat jalan yang sama agar tidak dilihat banyak orang. Untung kemarin aku pernah meninggalkan baju bersih di rumah nenekku, jadi aku bisa ganti pakaian di rumah nenekku yang rumahnya sangat dekat dengan rumah saudaraku itu. Waktu aku ganti pakaian aku sekalian mandi di rumahnenekku. Kemudian, setelah ganti baju, aku dengan ayahku berpamitan dengan saudaraku dan aku pulang dengan ayahku dengan menggunakan motor.
Di perjalanan pulang, aku sangat takut akan dimarahi oleh ayahku tentang kejadian tadi di sungai.
Sesampainya di rumahku, aku langsung menceritakan kejadian tadi di sungai kepada ayahku, aku merasa takut akan dimarahi, tapi ternyata ayahku malah tertawa.
“Kamunya sih yang ikut-ikutan mandi di sungai. Harusnya Imam sama Adi mandi di Sungai, kamu jangan ikut-ikutan karena kamu tidak bisa berenang, tapi kalau mereka sih sudah bisa berenang dan kamu juga tidak tahu kapan arus sungai menjadi deras dan kapan arus sungai tenang. Untung kamu selamat karena ini musim kemarau jadi arusnya tidak deras sekali.”kata ayah menasehatiku.
Aku hanya bisa terdiam dan merenung. Setelah kejadian yang menimpaku tadi, aku menjadi kapok untuk mandi di sungai lagi dan jika pergi ke sungai. Paling-paling hanya mancing ikan.

Karya : Yusuf Agung P.